Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

  

Sempat Jadi Tukang Beruk Panjat Kelapa Jelang Kesuksesannya

 

 

Dikutip dari JERNIHNEWS.COM Pimpinan Ponpes Ma'arif Assa'adiyah Batu Nan Limo Simalanggang, Kabupaten Limapuluh Kota, KH. Sudirman Syair kini genap berusia 69 tahun. Sebagai alumni ponpes, Sudirman pun bisa dibilang cukup sukses mendirikan dan memimpin ponpesnya. Namun, di balik itu banyak onak duri, lika-liku serta pahit manis kehidupan yang dirasakannya. Termasuk pernah 5 tahun menjadi tukang beruk pemanjat kelapa, begitu ayahnya meninggal saat dia berusia 15 tahun.

 KH. Sudirman Syair berulang tahun pada 19 Semtember 2021. Hari baiknya itu pun semakin sempurna, karena di hari yang bersamaan, pria berjenggot putih tersebut juga mendapatkan penghargaan dari Ketua Pengurus Satuan Komando (Sako) Pramuka Ma'arif NU Pusat. Penghargaan berupa Lencana Nawa Karya kepada KH. Sudirman Syair sesuai keputusan Nomor: 023/PUS/SU/SAKO-NU/IX/2021.

Penghargaan ini menandai seseorang telah memberikan jasa dan pengabdiannya yang besar artinya bagi Sako Pramuka Ma'arif NU dan dinilai bermanfaat bagi perkembangan Gerakan Sako Pramuka Ma'arif NU dan Gerakan Kepramukaan. Piagam penghargaan ditandatangani oleh Ketua Pengurus Sako Ma'arif NU Pusat Drs. H. Muchsin Ibnu Djuhan, MA di Jakarta, 19 September 2021. Sako Ma'arif NU kini berusia 92 tahun. 

Ayah Wafat Saat Sudirman Usia 15 Tahun

Sudirman Syair lahir di Taeh Baruh 19 September 1952. Dia turut merasakan kesulitan dan kepahitan hidup di masa pergolakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Di mana ketika itu rakyat Sumbar meminta keadilan kepada pemerintah pusat, sehingga terjadi perang saudara antara pemerintah pusat dan PRRI.

Berikutnya, lepas dari masa perang PRRI, ancaman dan kekejaman PKI juga ikut disaksikan oleh Sudirman Syair. Ketika itu dia ikut menderita dan hidup sangat susah bersama orang tuanya. Mereka bahkan makan nasi bercampur dengan ubi.

Karena masa pergolakan, Sudirman Syair yang harusnya mulai sekolah tahun 1960, tapi jadinya tahun 1961. Pada usia 9 tahun baru dia masuk sekolah di sekolah rakyat (SR) 1,2,3 di SR 02 Taeh Baruah yang kini bernama SDN 01 Taeh Baruah. Dan dilanjutkan kelas 4, 5, 6 di sekolah yang sama. Ketika itu SR sudah beralih menjadi SD.

Selesai itu, Sudirman masuk ponpes 7 tahun di MTI Surau Baru Mungka pimpinan H. Muhammad Jamil Saadi. Naik kelas 3, dia pindah ke MTI Koto Panjang sampai selesai karena gurunya sakit-sakitan.

Dalam masa sekolah, Sudirman Syair sempat merasakan menulis di batu tulis dengan anak batu. Masa itu kondisi ekonomi negara benar-benar sangat kritis. Muhammad Syair, ayah dari Sudirman Syair dipanggil sang Khalik di tahun 1967. Meski baru berusia 15 tahun, Sudirman yang sudah berstatus anak yatim ikut secara langsung memandikan dan mengafani jenazah ayahnya.

Ditinggal mati oleh sang ayah, tentu ujian kehidupan bagi Sudirman Syair makin bertambah. Namun, dia tidak mau meratapi nasib. Dia pun harus pintar membagi waktu dengan rapi agar cita-citanya tidak hanya menjadi mimpi. Untunglah dalam kondisi itu banyak warga yang turut prihatin dan memberikan bantuan berupasedekah atau pun zakat kepada Sudirman. Dia pun bersama ibunya Sa'adah mengarungi kehidupan baru pasca ditinggal sang ayah.

Karena Sudirman disiplin mengatur keuangan, dia pun sempat menabungkan sumbangan, bantuan dan zakat yang dia terima. Uang terkumpul itu dijadikannya pembeli seekor beruk untuk pengambil/pemetik buah kelapa. Jadilah selama 5 tahun di sela-sela studinya, Sudirman menjalani profesi sebagai tukang beruk pengambil kelapa. Masa itu tahun 1969-1974. Dia pun berjalan bersama beruknya dari satu rumah warga ke rumah warga lainnya guna melayani orang yang ingin mengambil buah kelapa di Nagari Taeh Baruah.

Jika hari Ahad, sehari penuh atau dari pagi hingga petang Sudirman berkeliling kampung bersama beruknya dengan sepeda.Rata-rata kalau sehari penuh, bisa sampai 500 buah kelapa yang bisa diambilnya . Upahnya sebanyak 10 persen atau 50 buah kelapa yang disebut juga dengan 5 anggik atau 5 tanjua. Satu anggik atau satu tanjua isinya 10 buah kelapa. Kelapa upah itu nanti dibeli oleh toke. Para toke senang membeli kelapa upah panjat beruk, karena ukurannya rata-rata lebih besar, sebab kelapa pilihan. Uang hasil penjualan kelapa upah panjat beruk itu dijadikan untuk makan dia bersama ibunya plus untuk biaya sekolah.

Sebenarnya, Sudirman Syair kampung asalnya bukan Taeh Baruah, tapi Taeh Bukik. Nagari Taeh Baruah adalah kampung ayahnya atau kampung bakonya. Di rumah bako itulah Sudirman Syair tinggal. Tapi nasib berkata lain. Rumah bakonya itu ludes terbakar di tahun 1972. Selanjutnya, Sudirman Sayir menyewa tanah di muka MTI Taeh Baruah yang letak persisnya berada di belakang Balai atau Pasar Taeh Baruah. Ketika itu, Sudirman Syair yang masih bersekolah di MTI Koto Panjang juga mengajar di MTI Taeh Baruah. Di depan MTI Taeh Baruah itu, Ibunya Sa'adah berjualan.

Sudirman tamat di MTI Koto Panjang Tahun 1974 . Berikutnya PGA 4 Tahun pada 1977 di Dangung-Dangung Kabupaten Limapuluh Kota. Selanjutnya PGA 6 Tahun di Payakumbuh. Lalu melanjutkan studi lagi D1 Bahasa Indonesia di IKIP Padang pada tahun 80-81. Pada 1 September 1981 Sudirman diwisuda. Berikutnya, diangkat sebagai PNS yang ditandai dengan terbitnya SK CPNS-nya pada 01 Feb 1982. Dia pensiun sebagai PNS pada 01 Oktober 2012 atau 9 tahun lalu.

Berbagai Organisasi Digeluti

Meski sibuk dengan berbagai aktifitas rutin, namun Sudirman berupaya meluangkan waktunya berorganisasi. Ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi yang digelutinya. Dia mulai dari bawah, yakni sebagai A'wan PC NU Kabupaten Limapuluh Kota pada tahun 2005. KH. Sudirman pernah menempati aneka jabatan di NU Limapuluh Kota. Dia juga pernah menjadi ketua tanfiz PC NU Limapuluh Kota. Dia adalah Wakil Rais Suriah PC NU Kabupaten Limapuluh Kota.

Jabatan Rais Suriah PC NU Kabupaten Limapuluh Kota yang akan berakhir Mei tahun 2022. Jabatan di level provinsi sebagai Ketua LP Ma'arif NU Sumbar beberapa kali periode. Dan kini, Sudirman Syair menjabat sebagai pembina LP Ma'arif di Provinsi Sumbar.

Dia pernah menghadiri mukhtamar NU ke-31 di Solo, Jawa Tengah. Berikutnya menghadiri Mukhtamar NU ke- 32 di Makassar, Sulawesi Selatan. Dan terakhir turut menghadiri Mukhtamar NU ke-33 di Surabaya, Jawa Timur. Organisasi lain di level Provinsi Sumbar sebagai Ketua Biro Anak Terlantar BKSPPI (Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia) Sumbar yang berkantor di Diniyah Putri Padang panjang. Sempat pun menjadi ketua umum BKSPPI Sumbar selama satu periode.

Semoga Menjadi Motivasi

KH. Sudirman Syair berharap kerja keras dan mental pantang menyerah yang dimilikinya di dalam mengarungi samudra kehidupan menjadi motivasi bagi para santrinya dan juga masyarakat. Tentu saja yang paling utama bagi 4 anak dan 10 cucunya. Dia juga bangga Ahmad Maulid, SPd, anaknya menjadi kepala sekolah MTs dan MA Ponpes Ma'arif Sa'adiyah. Dia melihat ada semangat dan cinta dunia pendidikan pada sosokanaknya itu.

"Mudah-mudahan kisah hidup saya yang tidak dijalani dengan mudah menjadi motivasi oleh generasi muda. Jangan mudah putus asa, harus bekerja ikhlas.Allah bersama kita maju," kata Sudirman Syair menandaskan. (erz)

Sumber: https://www.jernihnews.com/berita/2239/sempat-jadi-tukang-beruk-panjat-kelapa-jelang-kesuksesannya.html

Posting Komentar

0 Komentar